Minggu, 08 Juni 2008

Apakah Indonesia sudah Merdeka...?

Sejenak melihat 100 tahun ke belakang, Indonesia dengan gigihnya membangkitkan rasa persatuan dan kesatuan dari berbagai suku, adat, agama, sosial, ekonomi dll. Sebelumnya, Indonesia merupakan suatu teritorial kepulauan yang luas lagi kaya akan hasil bumi, adat istiadat, watak, tabiat, pemikiran agama. Sehingga sekian puluh abad, Indonesia dijajah dan dijadikan sebagai “manusia robot” yang dikendalikan oleh mereka (para kolonialis), guna mendapatkan hasil kekayaan bumi Indonesia. Kemudian Indonesia bangkit dari penjajahan tersebut guna mendapatkan hak-haknya sebagai warga pribumi untuk merdeka.

Selangkah kedepan, atas nama sang proklamator menyatakan Indonesia merdeka…sehingga singkat cerita, 62 tahun sudah Indonesia, katanya “merdeka” dan sudah 100 tahun pula Indonesia bangkit untuk memperjuangkan kemerdekaan tersebut, angka yang tidak pendek dan pantas untuk mempresentasikan sejauh mana eksistensi dan prestasi Indonesia baik di mata rakyatnya maupun di mata dunia. Namun apa yang terjadi sesudah beberapa dekade kepemimpinan presiden, banyak yang mempertanyakan secara tidak langsung akan istilah “Bangkit” bagi Indonesia namun tidak sedikit pula yang acuh terhadap masalah ini. Kebangkitan yang menuai problematika disana-sini, ketidakstabilan politik dan keamanan bangsa, kekisruhan antara pejabat dengan pejabat, pejabat dengan rakyatnya, sampai dengan perang antar golongan, dan masih banyak lagi. Singkat masalah, Indonesia masih dipertanyakan kemandiriannya… Apakah kemandirian itu?

Kalaulah kemandirian masih dipertanyakan, akankah ada istilah bangkit? bangkit dari apa? bangkit sejak kapan? jika pemaknaan bangkit sama seperti yang dijabarkan oleh kang Dedy mizwar, maka sudah bangkitkah Indonesia? Akan bangkitkah Indonesia tanpa adanya kemandirian…?

Bila kemandirian tidak ada dan kebangkitan masih dipertanyakan, maka siapakah Indonesia? Mengapa tiba-tiba ada istilah Indonesia? bagaimanakah terlahirnya Indonesia? Jadi, siapakah Indonesia sebenarnya? kalaulah adanya kesatuan dan persatuan, kesatuan dan persatuan seperti apakah? apa yang menyebabkan persatuan dan kesatuan? apakah dengan adanya penjajahan, Indonesia sudah bersatu? Dan apakah sekarang Indonesia suatu persatuan dan kesatuan? Sejak kapankah adanya persatuan dan kesatuan?

Namun, pada hakikatnya dari susunan pertanyaan tersebut dari petanyaan mengenai persatuan, kemandirian dan kebangkitan, sebenarnya tersimpul pada satu pertanyaan mengenai kemerdekaan. Sesungguhnya apakah Indonesia ini sudah Merdeka dengan “sebenarnya” merdeka?

Sudahkah Indonesia merdeka? sudahkah Indonesia mandiri? yang masih memperbesarkan masalah kesejahteraan dan harmonis warga dengan kenaikan BBM, dan ikut sertanya kebijakan politik yang diatur oleh negara lain? Bagaimanakah Indonesia akan bangkit ? jika masih menomer duakan pendidikan dan moral, keretakan harmonis dan kepercayaan pemerintah dengan masyarakat, dan antar penjabat saling menuding, korupsi dan berkampanye, sesama mayarakat saling mencerai-berai bahkan saling membunuh? Benarkah Indonesia itu satu kesatuan? melihat keharmonisan, kesejahteraan dan kepercayaan masyarakat, penjabat, pengusaha, pelajar, pengajar, karyawan bahkan pengangguran untuk merealisasikan kesatuan yang kokoh. Membayangkan saja mungkin tidak bisa diharapkan? Jadi, benarkah Indonesia merdeka? atau benarkah Indonesia bangkit? atau benarkah Indonesia itu satu ?, atau jangan-jangan…dan jangan-jangan…???

Yang pasti permasalahan kemerdekaan, kemandirian, kebangkitan dan kesatuan persatuan adalah masalah “internal”. Ketidak rapihan internal merupakan indikator persentasi dari keeksistensian suatu organisasi berbagai bidang, baik kecil maupun besar.

Kebimbangan ini disebabkan ketidak jelasan dari makna filosofi “dari siapa, oleh siapa, dan untuk siapa”. Dan permasalahan ini sudah jelas, bahwa dari filosofi tersebut, Indonesia tidak tahu dari siapa, oleh siapa dan untuk siapa. Indonesia sudah melupakan Sang Pemersatu (dahulu Indonesia terlahir dari persatuan kerajaan-kerajaan dengan memeluk Islam), Sang Pembangkit (dengan semangat persaudaraan, alunan takbir (”Allahu akbar”) dan merdeka selalu terdengar saat melawan penjajah), Sang Penguasa (bangkit dan runtuhnya bangsa dan negara akan dikembalikan oleh Maha Raja Diraja). Lupakah Indonesia akan Allah, dari segala aturan-Nya, dari segala titah-Nya dan dari segala penyembahan-Nya…???

Minggu, 01 Juni 2008

Kaifiyat Meneguh Iman

Apabila Al-Qur’an dipakai sebagai kacamata, maka melihat kehidupan manusia tanpa dengan iman yang benar, hanya akan sia-sia belaka yang tidak pernah bermanfaat, bahkan justru hidupnya akan menjadi bumerang mencelakakan diri sendiri. Tidak ubahnya bagaikan tanaman liar hidup di ladang seorang petani, walau teramat subur, karena tidak sesuai dengan tujuan bercocok tanam si petani, maka tidak akan berguna bahkan akan disebut si perusak yang akan dimusnahkan sebagai imbalan. Apalagi bila tanaman tersebut mampu berpikir, berarti ia hidup di ladang tersebut tidak tahu malu.

Perumpamaan ini walau tidak semua benar, tetapi dapat dijadikan sebagai jembatan memudahkan pemahaman bahwa iman adalah alat satu-satunya yang mampu menghantarkan manusia mengerti terhadap arti tujuan penciptaan dan keberadaan diri hidup beradaptasi di bumi Allah ini. Iman seperti ini mencetak manusia-manusia mampu mendengar serta mentaati undang-undang Allah dan Rasulullah dijadikan satu-satunya pola suri tauladan hidup, mencerminkan merekalah yang berhak mendapat kasih saying dari Rabb mereka dan amat pantas mendapatkan syurga.

Atau bagai perumpamaan dari Allah, yang jika direnungkan dan dianalisa pasti mampu mengantarkan memahami secara tepat nilai esensial iman dalam kehidupan.



"Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”

(Qs. Al-Hadid [57] : 20)


Sungguh amat “mencucurkan air mata” ternyata kehidupan tanpa iman itu dipakai atau mengena pada kebanyakan manusia yang mengaku dirinya sebagai mu’min dan muslim, akibat kelalaian mengkaji ulang terhadap iman dan islamnya.

Maha suci Allah, yang telah menjadikan tujuan penciptaan manusia serta keberadaannya disesuaikan dan diseimbangkan dengan kondisi setiap manusianya. Walau berbeda jenis dan tipe manusia namun tetap diberi “potensi” mampu beribadah. Hanya terserah manusia itu sendiri apakah akan hidup “liar” dengan tanpa sudi mencari identitas diri, atau memang akan mencari dan mencari kesesuaian makna hidup sesungguhnya. Allah memberikan kebebasan memilih jalan.



"Dan kami Telah menunjukkan kepadanya dua jalan[1578],”

(Qs. Al-Balad [90] : 10)

[1578] yang dimaksud dengan dua jalan ialah jalan kebajikan dan jalan kejahatan.



"Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.”

(Qs. Al-Kahfi [18] : 29)



"Dan apabila dibacakan kepadanya[1179] ayat-ayat kami dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; Maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih.

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan,”

(Qs. Luqman [31] : 7-8)

[1179] yang dimaksud dengan kepadanya ialah kepada orang yang mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak berfaedah untuk menyesatkan manusia.


Sunnatullah akan dan telah menentukan bahwa pertentangan diantara dua jalan itu kian hari kian sengit. Dan dalam era globalisasi dewasa kinipun yang ditandai oleh dunia semakin sempit, ekonomi semakin sulit akibat persaingan amat sengit dan harga-harga ikut melejit membuat perjuangan hidup tampak terjepit di tengah-tengah moralitas yang rumit dan melilit hingga nilai iman betul-betul terhimpit. Syaithan memanfaatkan situasi demikian agar menambah keruh nilai-nilai kemanusiaan. Kenyataan bisikan-bisikan halus “manis” ini disambut baik oleh orang-orang yang memang sudah ditunggangi oleh kotoran nafsu hewaniyahnya. Syaithan dengan orang-orang tersebut pun menjalin kerjasama yang harmonis dengan berusaha menciptakan program memasyarakatkan neraka dan menerakakan masyarakat. Tidak cukup hanya itu, merekapun merumuskan pola kerja yang tertata rapih, dengan melaksanakan teknik-teknik jitu membius dari arah depan, belakang, samping kiri, dan samping kanan mematok mati dan menyeret perindividu lainnya, yang tidak pernah sujud apalagi untuk mengangkat kedua belah tangan menangis kehadirat Allah. Dicelah-celah itu mereka membuat slogan-slogan yang bertentangan dan menentang iman. Lebih jauh lagi, bila mereka diseur untuk berbuat yang seharusnya dan yang terbaik, yang merupakan bagian dari pelajaran iman, merekapun tak segan-segan member stempel pada hamba-hamba Allah yang sholeh itu, sebagai orang-orang yang bodoh.



"Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.”

(Qs. Al-Baqarah [2] : 13)


Memang orang yang tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu inilah yang amat merusak dan berbahaya, apalagi bila mereka tidak tahu malu dengan merasa lebih tahu tentang hakekat dienullah. Naudzubillahi mindzalik.

Allah Maha Pengasih lahi Maha Penyayang yang mustahil mempunyai kehendak menyiksa manusia, yang notabene –diakui atau tidak, dipercayai atau tidak- masih makhluk ciptaanNya. Namun karena kerajinan tangan manusia jahil yang telah membuat bumi Allah ini tercemar dan rusak. Apa tidak pantas mereka diadili? Apa tidak layak mereka diberi imbalan? Mereka yang menutupi kebenaran, memutar balikkan fakta dan kenyataan, sehingga yang baik menjadi salah, yang salah menjadi baik, melegalisir perbuatan munkar serta tidak mencanangkan atau memerintahkan perbuatan ma’ruf, hal ini banyak membuat orang tersesat karenanya. Apa tidak pantas dimintai pertanggungan jawab? Dan diberi balasan? Dan masih banyak lagi persoalan-persoalan yang harus dijawab.

Sekiranya Allah hendak mengimankan seluruh penduduk bumi, tentulah bukanlah persoalan, tetapi yang jelas, dengan berimannya seluruh penduduk bumi ini tidak akan menambah ke-Maha Besaran Allah dan dengan tidak berimannya pun tidak akan mengurangi ke-Maha Besaran Allah, Maha Besar Allah yang sempurna dengan dirinya sendiri.



"Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?”

(Qs. Yunus [10] : 99)


Beriman adalah sebuah kenikmatan yang merupakan kebutuhan diri pribadi masing-masing orangnya, sehingga tak perlu untuk dipaksakan. Yang jelas, ayat Allah tersebut menyuratkan bahwa Allah tidak menghendaki adanya sesuatu yang bertentangan –untuk meraih iman- dengan arti manusia itu sendiri, yang merupakan makhluk berkesadaran, mampu berpikir, dapat memilih dan memiliki kesiapan serta kemampuan untuk berjuangn dan memperjuangkan, jadi iman baru akan diperoleh dengan penyaluran “yang dipunyai” manusia tersebut.



"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”

(Qs. Al-Ankabut [29] : 69)



"Hai manusia, Sesungguhnya kamu Telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya.[1565] ”

(Qs. Al-Insyiqaq [84] : 6)

[1565] Maksudnya: manusia di dunia Ini baik disadarinya atau tidak adalah dalam perjalanan kepada Tuhannya. dan tidak dapat tidak dia akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatannya yang buruk maupun yang baik.


Bahkan Allah akan uji kembali



"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami Telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?”

(Qs. Al-Ankabut [29] : 2)

Sebab iman dari orang-orang yang siap jihad dan tahan ujilah Dienullah akan mengatasi dien-dien yang lain.

Sudah menjadi tuntutan iman untuk menyampaikan dan memberitahu tentang kepentingan tegaknya kalimat-kalimat Allah selain diri-dirinya tetap teguh dan kokoh dalam berusaha merealisasikan cita-cita Islam.

Jika direnungkan lebih mendalam godaan syeithan terkutuk diatas, sekaligus dengan meneliti kondisi ummat Islam sekarang, berarti Islam telah jauh ditinggalkan ummatnya, cita-cita ummat bukan lagi cita-cita Islam, bahkan Islam terhalangi oleh ummatnya. Hal ini menjadikan “nilai pahala” beriman semakin mahal harganya, bertambah tinggi kedudukan dan lebih mulia posisinya dalam pandangan Allah SWT. Dada-dada yang haus mardhatillah, tubuh yang mendambakan syurga, dan akal pikiran yang mengharapkan ketenangan dan keselamatan, tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini, peluang untuk meraih kebahagiaan nanti yang kekal dan abadi. Mereka akan bersegera Sam’an wa Tho’atan, menyambut bahagia dengan keputusan Allah, yang sekali-kali tidak akan mencari pilihan lain, yang pasti hanya kesesatan belaka.



"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya Maka sungguhlah dia Telah sesat, sesat yang nyata.”

(Qs. Al-Ahzab [33] : 36)



"Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Tuhan kamu yang Sebenarnya; Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari kebenaran)?”

(Qs. Yunus [10] : 32)


Setelah jelas kenyataan tersebut, jelas pula pilihan yang “wajib” diambil, yaitu jalan yang lurus dan benar (Al-Haq), tentu saja sembari tidak rela Al-Haq di talbis, atau diselewengkan. Demi menghindari kabar gembira adzab yang pedih, selain agar hidup jadi bermakna, bermanfaat atau berguna yang tidak akan sia-sia, karena niat dan usaha untuk mengembalikan masing-masing pada proporsinya. Dengan merealisirkan iman “Kamilah penolong-penolong penegak Dienullah yang kami cintai”, kepada siapa saja, dengan syarat wajib, mendzhahirkan Al-Islam, sumbernya dalah apa yang diturunkan oleh Allah, jalannya adalah mencari ridha Allah dan cita-citanya adalah menang(dengan hidup mulia) atau mati syahid, maka transaksi jual beli harta dan jiwa dengan balasan syurga mereka lakukan. Hal ini, demi menjamin keyakinan atas pilihan “kami beriman”.



"Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu Telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang Telah kamu lakukan itu, dan Itulah kemenangan yang besar.”

(Qs. At-Taubah [9] : 111)

Untuk siapapun yang menjadi Pemimpin...

Untuk siapapun yang menjadi pemimpin…
Pemimpin diri, pemimpin rumah tangga, dan pemimpin umat…

Setialah pada jalan perjuangan ini...
Setialah pada kejujuran diri...
Setialah pada syahadat yang terucap
“Asyhadu an laa ilaaha illallah Wa Asyhadu anna Muhammadarrasuulullah “

Setialah pada janji yang telah terikrar
“ Shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Allah semata”

Ingatkan diri saat terlupa akan semua janji yang terucap
Bukankah Allah telah befirman dalam surat cinta-Nya
“Hendaklah ada suatu kaum yang menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar “

Untukmu wahai pemimpin………….
Setialah kau junjung Pedoman hidup ini
Setialah tuk ikuti Al Quran dan sunnah


Selamat berjuang Wahai Mujahid Muda...
Demi Allah, jangan tutup dirimu dari sebuah 'kebenaran'
Bukankah menolak kebenaran itu adalah sebuah kesombongan???!!!
Dan ingatlah Allah Murka pada sang IBLIS karena kesombongannya!!!

Ingatlah Firman-Nya: Al-Haqqu min Rabbikum!!!


SEMOGA ALLAH PERTAUTKAN HATI QTA SELAMANYA
DALAM SEBUAH KELURUSAN AQIDAH
DALAM SEBUAH KESEJUKAN IMAN

DALAM SEBUAH KEBULATAN TEKAD

DALAM SEBUAH GHIRAH JIHAD YANG TAK AKAN PERNAH PADAM……… HAMASAH!!! ALLAHU AKBAR!!!

Selasa, 27 Mei 2008

Shibghah Media

"Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah."

(Qs. Al-Baqarah [2] : 138)